Selasa, 26 Februari 2008

Perkembangan Akuntansi Syariah

(Vibiznews - Finance & Accounting) - Sejalan dengan mulai diberlakukannya ketentuan transparansi bagi perbankan syariah, selama tahun laporan telah dilakukan pertemuan dengan pihak Ikatan Akuntan Indonesia yang ditindaklanjuti dengan pemberian materi yang diperlukan pada pelatihan berkelanjutan yang diselenggarakan oleh Ikatan Akuntan Indonesia kepada para Akuntan Publik Indonesia dalam rangka memberikan pemahaman mengenai proses pelaksanaan pemenuhan ketentuan tersebut yang mulai berlaku untuk laporan keuangan tahun buku 2006.

Akuntan Publik yang melakukan audit terhadap perbankan syariah sebelum mengeluarkan opini terhadap laporan keuangan, agar memperoleh pendapat terlebih dahulu dari Dewan Pengawas Syariah tentang kepatuhan bank syariah yang diawasinya.

Adanya laporan pengawasan syariah kepada stakeholders perbankan syariah dan keharusan untuk mendapatkan pendapat Dewan Pengawas Syariah bagi Akuntan Publik sebelum mengeluarkan opini terhadap laporan keuangan perbankan syariah yang diaudit, adalah merupakan salah satu usaha untuk menjaga tingkat kepercayaan masyarakat dalam penerapan prinsip syariah dalam setiap transaksi Hal ini sesuai dengan salah satu sasaran akhir yang akan dicapai dalam revisi Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah tahun 2005 berupa terpenuhinya prinsip syariah dalam operasional perbankan syariah.
Dalam upaya untuk mendorong tersusunnya norma-norma keuangan syariah yang seragam dan pengembangan produk yang selaras antara aspek syariah dan kehati-hatian, pada tahun laporan telah dilakukan pembahasan bersama pihak terkait didalam Komite Akuntansi Syariah dimana Bank Indonesia sebagai salah satu anggotanya bersama Ikatan Akuntan Indonesia dan pihak lainnya.

Komite Akuntansi Syariah bersama dengan Dewan Standar Akuntansi Keuangan – Ikatan Akuntan Indonesia telah mengeluarkan exposure draft (ED) Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan untuk transaksi kegiatan usaha dengan mempergunakan akuntasi berdasarkan kaidah syariah. Berikut ini daftar ED Standar Akutansi Keuangan yang juga akan berlaku bagi perbankan
syariah :

(1) ED Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah,
(2) ED PSAK 101 (Revisi 2006) tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah,
(3) ED PSAK 102 (Revisi 2006) tentang Akuntansi Murabahah,
(4) ED PSAK 103 (Revisi 2006) tentang Akuntansi Salam,
(5) ED PSAK 104 (Revisi 2006) tentang Akuntansi Istishna’,
(6) ED PSAK 105 (Revisi 2006) tentang Akuntansi Mudharabah,
(7) ED PSAK 106 (Revisi 2006) tentang Akuntansi Musyarakah.

IAI sebagai lembaga yang berwenang dalam menetapkan standar akuntansi keuangan dan audit bagi berbagai industri merupakan elemen penting dalam pengembangan perbankan syariah di Indonesia, dimana perekonomian syariah tidak dapat berjalan dan berkembang dengan baik tanpa adanya standar akuntansi keuangan yang baik.

Standar akuntansi dan audit yang sesuai dengan prinsip syariah sangat dibutuhkan dalam rangka mengakomodir perbedaan esensi antara operasional Syariah dengan praktek perbankan yang telah ada (konvensional). Untuk itulah maka pada tanggal 25 Juni 2003 telah ditandatangani nota kesepahaman antara Bank Indonesia dengan IAI dalam rangka kerjasama penyusunan berbagai standar akuntansi di bidang perbankan Syariah, termasuk pelaksanaan kerjasama riset dan pelatihan pada bidang-bidang yang sesuai dengan kompetensi IAI.

Sejak tahun 2001 telah dilakukan berbagai kerjasama penyusunan standard dan pedoman akuntansi untuk industri perbankan syariah termasuk penyelesaian panduan audit perbankan syariah, revisi Pedoman Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 59 dan revisi Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI). Dengan semakin pesatnya perkembangan industri perbankan syariah maka dinilai perlu untuk menyempurnakan standar akuntansi yang ada. Pada tahun 2006, IAI telah menyusun draft Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI). Draft ini diharapkan dapat ditetapkan menjadi standar pada tahun 2007.

Dalam penyusunan standar akuntansi keuangan syariah, dilakukan IAI dengan bekerjasama dengan Bank Indonesia, DSN serta pelaku perbankan syariah dan dengan mempertimbangkan standar yang dikeluarkan lembaga keuangan syariah internasional yaitu AAOIFI. Hal ini dimaksudkan agar standar yang digunakan selaras dengan standar akuntansi keuangan syariah internasional.

Perkembangan Akuntansi Syariah
Rabu, 11 Juli 2007 12:30 WIB
Oleh: Fadjar Ari Dewanto

KOMPONEN LAPORAN KEUANGAN DALAM SYARIAH

Selayaknya organisasi, bank syariah juga harus menyusun laporan keuangan pada akhir periode akuntansinya. Menurut PSAK No.59 (2002) laporan keuangan bank syariah yang lengkap terdiri atas komponen-komponen sebagai berikut :
a) Neraca
b) Laporan Laba Rugi
c) Laporan Arus Kas
d) Laporan Perubahan Ekuitas
e) Laporan Sumber Dan Penggunaan Dana Zakat
f) Laporan Sumber Dan Penggunaan Dana Kebajikan
g) Catatan Atas Laporan Keuangan
Berikut ini penjelasan lebih rinci komponen-komponen laporan keuangan tersebut.
A. Neraca
Neraca, yang kadang-kadang disebut juga sebagai laporan posisi keuangan, melaporkan aktiva, kewajiban, dan ekuitas pemegang saham perusahaan bisnis pada suatu tanggal tertentu. Laporan keuangan ini menyediakan informasi mengenai sifat dan jumlah investasi dalam sumber daya perusahaan, kewajiban kepada kreditor, dan ekuitas pemilik dalam sumber daya bersih. Dengan demikian, neraca dapat membantu meramalkan jumlah, waktu, dan ketidakpastian arus kas di masa depan. Unsur-unsur dari sebuah neraca adalah Aktiva, kewajiban, dan ekuitas.
B. Laporan Laba Rugi
Laporan laba rugi adalah laporan yang mengukur keberhasilan operasi perusahaan selama periode waktu tertentu. Komunitas bisnis dan investasi menggunakan laporan ini untuk menentukan profitabilitas, nilai investasi, dan kelayakan kredit atau kemampuan perusahaan melunasi pinjaman. Laporan laba rugi menyediakan informasi yang diperlukan oleh para investor dan kreditor untuk membantu mereka memprediksikan jumlah, penetapan waktu, dan ketidakpastian dari arus kas masa depan. Unsur-unsur laporan laba rugi,yaitu: bagian operasi, bagian non operasi, pajak penghasilan, operasi yang dihentikan, pos Laporan arus kas adalapos luar biasa, pengaruh kumulatif dari perubahan prinsip akuntansi, dan laba per saham.
C. Laporan Arus Kas
Laporan arus kas adalah laporan yang menyediakan informasi yang relevan mengenai penerimaan dan pembayaran kas sebuah perusahaan selama satu periode. Laporan arus kas melaporkan kas yang mempengaruhi operasi selama satu periode, transaksi investasi, transaksi pembiayaan, dan kenaikan atau penurunan bersih kas selama satu periode. Unsur-unsur laporan arus kas adalah aktivitas operasi, aktivitas investasi, dan aktivitas pembiayaan.
D. Laporan Perubahan Ekuitas
Laporan perubahan ekuitas adalah laporan yang menyajikan peningkatan atau penururnan aktiva bersih dalam satu periode. Unsur-unsur laporan perubahan ekuitas adalah modal awal pemilik, peningkatan atau penurunan ekuitas modal akhir.
E. Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat

Zakat adalah sebagian dari harta yang wajib dikeluarkan oleh wajib zakat (muzakki) untuk diserahkan kepada penerima zakat (mustahiq). Pembayaran zakat dilakukan apabila hisab dan haulnya terpenuhi dari harta yang memenuhi wajib zakat.
Entitas syariah menyajikan Laporan Sumber dan penggunaan dana zakat sebagai komponen utama laporan keuangan.
Unsur dasar dari laporan sumber dan penggunaan dana zakat meliputi sumber dana, penggunaan dana selama suatu jangka waktu , serta saldo dana zakat yang menunjukan dana zakat yang belum disalurkan pada tanggal tertentu. Dana zakat tidak diperkenankan untuk menutup penyisihan kerugian asset produktif,

F. Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan
Entitas menyajikan laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan sebagai komponen utama laporan keuangan, yang menunjukkan :

KARAKTERISTIK TRANSAKSI PERBANKAN SYARIAH

A. MUDHARABAH

• Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara pemilik dana (shahibul maal) dan pengelola dana (mudharib) dengan nisbah bagi hasil menurut kesepakatan di muka.
• Jika usaha mengalami kerugian maka seluruh kerugian ditanggung oleh pemilik dana, kecuali jika ditemukan adanya kelalaian atau kesalahan oleh pengelola dana, seperti penyelewengan, kecurangan dan penyalahangunaan dana.
• Mudharabah terdiri dari 2 jenis yaitu mudharabah muthlaqah (investasi tidak terikat) dan mudharabah muqayyadah (investasi terikat).
• Mudharabah muthlaqah adalah mudharabah dimana pemilik dana memberikan kebebasan kepada pengelola dana dalam pengelolaan investasinya.
• Mudharabah muqayyadah adalah mudharabah dimana pemilik dana memberikan batasan
kepada pengelola dana mengenai tempat, cara dan obyek investasi. Sebagai contoh,
pengelola dana dapat diperintahkan untuk:
(a). tidak mencampurkan dana pemilik dana dengan dana lainnya;
(b). tidak menginvestasikan dananya pada transaksi penjualan cicilan, tanpa penjamin atau tanpa jaminan; atau
(c). mengharuskan pengelola dana untuk melakukan investasi sendiri tanpa melalui pihak ketiga.
• Bank dapat bertindak baik sebagai pemilik dana maupun pengelola dana. Apabila bank bertindak sebagai pemilik dana maka dana yang disalurkan disebut pembiayaan mudharabah. Apabila bank sebagai pengelola dana maka dana yang diterima:
(a). dalam mudharabah muqayyadah disajikan dalam laporan perubahan investasi terikat dari nasabah; atau
(b). dalam mudharabah muthlaqah disajikan dalam neraca sebagai investasi tidak terikat.
• Pengembalian pembiayaan mudharabah dapat dilakukan bersamaan dengan distribusi bagi hasil atau pada saat diakhirinya mudharabah.
• Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan, namun agar pengelola dana tidak melakukan penyimpangan, pemilik dana dapat meminta jaminan dari pengelola dana atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila pengelola dana terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama
dalam akad.
• Bagi hasil mudharabah dapat dilakukan dengan menggunakan 2 metode, yaitu bagi laba
(profit sharing) atau bagi pendapatan (revenue sharing). Bagi laba dihitung dari pendapatan setelah dikurangi beban yang berkaitan dengan pengelolaan dana mudharabah. Sedangkan bagi pendapatan dihitung dari total pendapatan dengan pengelolaan dana mudharabah.



B. MUSYARAKAH

• Musyarakah adalah akad kerjasama di antara para pemilik modal yang mencampurkan modal mereka untuk tujuan mencari keuntungan.
• Dalam musyarakah, mitra dan bank sama-sama menyediakan modal untuk membiayai suatu usaha tertentu, baik yang sudah berjalan maupun yang baru. Selanjutnya mitra dapat mengembalikan modal tersebut berikut bagi hasil yang telah disepakati secara bertahap atau sekaligus kepada bank.
• Pembiayaan musyarakah dapat diberikan dalam bentuk kas, setara kas atau aktiva non kas, termasuk aktiva tidak berwujud, seperti lisensi dan hak paten.
• Karena setiap mitra tidak dapat menjamin modal mitra lainnya maka setiap mitra dapat meminta mitra lainnyauntuk menyediakan jaminan atas kelalaian atau kesalahan yang disengaja. Beberapa hal yang menunjukkan adanya kesalahan yang disengaja ialah pelanggaran terhadap akad, antara lain penyalahgunaan dana pembiayaan, manipulasi biaya dan pendapatan operasional, pelaksanaan yang tidak sesuai dengan prinsip syariah. Jika tidak terdapat kesepakatan antara pihak yang bersengketa, kesalahan yang disengaja harus dibuktikan berdasarkan badan arbitrase atau pengadilan.
• Laba musyarakah dibagi diantara para mitra, baik secara proporsional sesuai dengan modal yang disetorkan (baik berupa kas maupun aktiva lainnya) atau sesuai nisbah yang disepakati semua mitra. Sedangkan rugi dibebankan secara proporsional sesuai dengan modal yang disetorkan (baik berupa kas maupun aktiva lainnya).
• Musyarakah dapat bersifat musyarakah permanen maupun menurun. Dalam musyarakahpermanen, bagian modal setiap mitra ditentukan sesuai akad dan jumlahnya tetap hingga akhir masa akad. Sedangkan dalam musyarakah menurun, bagian modal bank akan dialihkan secara bertahap kepada mitra sehingga bagian modal bank akan menurun dan pada akhir masa akad, mita akan menjadi pemilik usaha tersebut.


C. MURABAHAH

• Murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.
• Murabahah dapat dilakukan berdasarkan pesanan atau tanpa pesanan. Dalam murabahahberdasarkan pesanan, bank melakukan pembelian barang setelah ada pemesanan dari nasabah.
• Murabahah berdasarkan pesanan dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat nasabah untuk membeli barang yang dipesannya. Dalam murabahah pesanan mengikat pembeli tidak dapat membatalkan pesanannya. Apabila aktiva murabahah yang telah dibeli bank (sebagai penjual) dalam murabahah pesanan mengikat mengalami penurunan nilai
sebelum diserahkan kepada pembeli maka penurunan nilai tersebut menjadi beban penjual (bank) dan penjual (bank) akan mengurangi nilai akad.
• Pembayaran murabahah dapat dilakukan secara tunai atau cicilan. Selain itu, dalam murabahah juga diperkenankan adanya perbedaan dalam harga untuk cara pembayaran yang berbeda.
• Bank dapat memberikan potongan apabila nasabah:
(a). mempercepat pembayaran cicilan; atau
(b). melunasi piutang murabahah sebelum jatuh tempo.
• Harga yang disepakati dalam murabahah adalah harga jual sedangkan harga beli harus diberitahukan. Jika bank mendapat potongan dari pemasok maka potongan itu merupakan hak nasabah. Apabila potongan tersebut terjadi setelah akad maka pembagian potongan tersebut dilakukan berdasarkan perjanjian yang dimuat dalam akad.
• Bank dapat meminta nasabah menyediakan agunan atas piutang murabahah, antara lain dalam bentuk barang yang telah dibeli dari bank.
• Bank dapat meminta kepada nasabah urbun sebagai uang muka pembelian pada saat akad apabila kedua belah pihak bersepakat. Urbun menjadi bagian pelunasan piutang murabahah apabila murabahah jadi dilaksanakan. Tetapi apabila murabahah batal, urbun dikembalikan kepada nasabah setelah dikurangi dengan kerugian sesuai dengan kesepakatan. Jika uang muka itu lebih kecil dari kerugian bank maka bank dapat meminta tambahan dari nasabah.
• Apabila nasabah tidak dapat memenuhi piutang murabahah sesuai dengan yang diperjanjikan, bank berhak mengenakan denda kecuali jika dapat dibuktikan bahwa nasabah tidak mampu melunasi. Denda diterapkan bagi nasabah mampu yang menunda pembayaran. Denda tersebut didasarkan pada pendekatan ta’zir yaitu untuk membuat
nasabah lebih disiplin terhadap kewajibannya. Besarnya denda sesuai dengan yang diperjanjikan dalam akad dan dana yang berasal dari denda diperuntukkan sebagai dana sosial (qardhul hasan).


D. SALAM DAN SALAM PARALEL

• Salam adalah akad jual beli muslam fiih (barang pesanan) dengan penangguhan pengiriman oleh muslam ilaihi (penjual) dan pelunasannya dilakukan segera oleh pembeli sebelum barang pesanan tersebut diterima sesuai dengan syarat-syarat tertentu.
• Bank dapat bertindak sebagai pembeli atau penjual dalam suatu transaksi salam. Jika bank bertindak sebagai penjual kemudian memesan kepada pihak lain untuk menyediakan barang pesanan dengan cara salam maka hal ini disebut salam paralel.
• Salam paralel dapat dilakukan dengan syarat:
(a). akad kedua antara bank dan pemasok terpisah dari akad pertama antara bank dan pembeli akhir; dan
(b). akad kedua dilakukan setelah akad pertama sah.
• Spesifikasi dan harga barang pesanan disepakati oleh pembeli dan penjual diawal akad. Ketentuan harga barang pesanan tidak dapat berubah selama jangka waktu akad. Dalam hal bank bertindak sebagai pembeli, bank syariah dapat meminta jaminan kepada nasabah untuk menghindari resiko yang merugikan bank.
• Barang pesanan harus diketahui karakteristiknya secara umum yang meliputi: jenis,spesifikasi teknis, kualitas dan kuantitatasnya. Barang pesanan harus sesuai dengan karakteristik yang telah disepakati antara pembeli dan penjual. Jika barang pesanan yang dikirimkan salah atau cacat maka penjual harus bertanggung jawab atas kelalaiannya.


E. ISTISHNA DAN ISTISHNA PARALEL

• Istishna adalah akad jual beli antara al-mustashni (pembeli) dan as-shani (produsen yang juga bertindak sebagai penjual). Berdasarkan akad tersebut, pembeli menugasi produsen untuk menyediakan al-mashnu (barang pesanan) sesuai spesifikasi yang disyaratkan pembeli dan menjualnya dengan harga yang disepakati. Cara pembayaran dapat berupa pembayaran dimuka, cicilan atau ditangguhkan sampai jangka waktu tertentu.
• Spesifikasi dan harga barang pesanan disepakati oleh pembeli dan produsen/penjual di awal akad. Ketentuan harga barang pesanan tidak dapat berubah selama jangka waktu akad.
• Barang pesanan harus diketahui karakteristiknya secara umum yang meliputi: jenis,spesifikasi teknis, kualitas dan kuantitatasnya. Barang pesanan harus sesuai dengan karakteristik yang telah disepakati antara pembeli dan produsen/penjual. Jika barang pesanan yang dikirimkan salah atau cacat maka produsen/penjual harus bertanggung
jawab atas kelalaiannya.
• Bank dapat bertindak sebagai pembeli atau penjual dalam suatu transaksi istishna. Jika bank bertindak sebagai penjual kemudian memesan kepada pihak lain (sub-kontraktor) untuk menyediakan barang pesanan dengan cara istishna maka hal ini disebut istishna paralel.
• Istishna paralel dapat dilakukan dengan syarat:
(a). akad kedua antara bank dan sub-kontraktor terpisah dari akad pertama antara bank dan pembeli akhir; dan
(b). akad kedua dilakukan setelah akad pertama sah.
• Pada dasarnya istishna tidak dapat dibatalkan, kecuali memenuhi kondisi:
(a). kedua belah pihak setuju untuk menghentikannya; atau
(b). akad batal demi hukum karena timbul kondisi hukum yang dapat menghalangi pelaksanaan atau penyelesaian akad.
• Pembeli mempunyai hak untuk memperoleh jaminan dari produsen/penjual atas:
(a). jumlah yang telah dibayarkan; dan
(b). penyerahan barang pesanan sesuai dengan spesifikasi dan tepat waktu.
• Produsen/penjual mempunyai hak untuk mendapatkan jaminan bahwa harga yang disepakati akan dibayar tepat waktu.
• Perpindahan kepemilikan barang pesanan dari produsen/penjual ke pembeli dilakukanpada saat penyerahan sebesar jumlah yang disepakati.


F. IJARAH DAN IJARAH MUNTAHIYAH BITTAMLIK

• Ijarah adalah akad sewa-menyewa antara pemilik obyek sewa (ma’jur) dan penyewa (musta’jir) untuk mendapat imbalan atas obyek sewa yang disewakanya.
• Ijarah muntahiyah bittamlik adalah akad sewa-menyewa antara pemilik obyek sewa dan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas obyek sewa yang disewakannya dengan opsi perpindahan hak milik obyek sewa pada saat tertentu sesuai dengan akad sewa.
• Perpindahan hak milik obyek sewa kepada penyewa dalam ijarah muntahiyah bittamlik dapat dilakukan dengan:
(a). hibah;
(b). penjualan sebelum akad berakhir sebesar harga yang sebanding dengan sisa cicilan sewa;
(c). penjualan pada akhir masa sewa dengan pembayaran tertentu yang disepakati pada awal akad; dan
(d). penjualan secara bertahap sebesar harga tertentu yang disepakati dalam akad.
• Pemilik obyek sewa dapat meminta penyewa menyerahkan jaminan atas ijarah untuk menghindari resiko kerugian. Jumlah, ukuran dan jenis obyek sewa harus jelas diketahui dan tercantum dalam akad.


G. WADIAH
• Wadiah adalah titipan nasabah yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat apabila nasabah yang bersangkutan menghendaki. Bank bertanggung jawab atas pengembalian titipan.
• Wadiah dibagi atas wadiah yad-dhamanah dan wadiah yad-amanah. Wadiah yad-dhamanah adalah titipan yang selama belum dikembalikan kepada penitip dapat dimanfaatkan oleh penerima titipan. Apabila dari hasil pemanfaatan tersebut diperoleh keuntungan maka seluruhnya menjadi hak penerima titipan. Sedangkan wadiah yad-amanah, penerima titipan tidak boleh memanfaatkan barang titipan tersebut sampai diambil kembali oleh penitip.
• Penerima titipan dalam transaksi wadiah dapat:
(a). meminta ujrah (imbalan) atas penitipan barang/uang tersebut; dan
(b). memberikan bonus kepada penitip dari hasil pemanfaatan barang/uang titipan (wadiah yad-dhamanah), namun tidak boleh diperjanjikan sebelumnya dan besarnya tergantung pada kebijakan penerima titipan.


H. QARDH
• Pinjaman Qardh adalah penyediaan dana atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara peminjam dan pihak yang meminjamkan yang mewajibkan peminjam melunasi hutangnya setelah jangka waktu

tertentu. Pihak yang meminjamkan dapat menerima imbalan, namun tidak diperkenankan
untuk dipersyaratkan di dalam perjanjian.
• Bank syariah disamping memberikan pinjaman qardh, juga dapat menyalurkan pinjaman dalam bentuk qardhul hasan. Qardhul hasan adalah pinjaman tanpa imbalan yang memungkinkan peminjam untuk menggunakan dana tersebut selama jangka waktu tertentu dan mengembalikan dalam jumlah yang sama pada akhir periode yang disepakati. Jika peminjam mengalami kerugian bukan karena kelalaianya maka kerugian tersebut dapat mengurangi jumlah pinjaman. Pelaporan qardhul hasan disajikan tersendiri dalamlaporan sumber dan penggunaan dana qardhul hasan karena dana tersebut bukan aset bank yang bersangkutan.
• Sumber dana qardhul hasan berasal dari eksternal dan internal. Sumber dana eksternal meliputi dana qardh yang diterima bank syariah dari pihak lain (misalnya dari sumbangan, infak, shadaqah dan sebagainya), dana yang disediakan oleh para pemilik bank syariah dan hasil pendapatan non halal. Sumber dana internal meliputi qardhul hasan.


I. SHARF

• Sharf adalah akad jual beli suatu valuta dengan valuta lainnya. Transaksi valuta asing pada bank syariah (di luar jual beli banknotes) hanya dapat dilakukan untuk tujuan lindung nilai (hedging) dan tidak dibenarkan untuk tujuan spekulatif.


J. KEGIATAN BANK SYARIAH BERBASIS IMBALAN (FEE BASED INCOME)

• Wakalah adalah akad pemberian kuasa dari muwakil (pemberi kuasa/nasabah) kepada wakil (penerima kuasa/bank) untuk melaksanakan suatu taukil (tugas) atas nama pemberikuasa. Akad wakalah tersebut dapat digunakan, antara lain dalam pengiriman transfer, penagihan hutang baik melalui kliring maupun inkaso dan realisasi L/C.
• Kafalah adalah akad pemberian jaminan yang diberikan oleh kaafil (penjamin/bank) kepada makful (penerima jaminan) dan penjamin bertanggung jawab atas pemenuhan kembali suatu kewajiban yang menjadi hak penerima jaminan. Kafalah dapat digunakan untuk pemberian jasa bank, antara lain garansi bank, standby L/C, pembukaan L/C impor, akseptasi, endosemen dan aval.
• Hiwalah adalah pemindahan atau pengalihan hak dan kewajiban, baik dalam bentuk pengalihan piutang maupun hutang dan jasa pemindahan/pengalihan dana dari satu entitas kepada entitas lain.

Reference :
- PSAK 2002 no 59,Ikatan Akuntan Indonesia.
- Iswahjudi A. Karim
KarimSyah Law Firm, Jakarta
September 2005

Investasi Dana Terikat dalam syariah

Investasi terikat adalah investasi yang bersumber dari pemilik dana investasi terikat dan sejenisnya yang dikelola oleh bank sebagai manajer investasi berdasarkan mudharabah muqayadah atau sebagai agen investasi. Investasi terikat bukan merupakan aktiva maupun kewajiban bank karena bank tidak mempunyai hak untuk menggunakan atau mengeluarkan investasi tersebut serta bank tidak memiliki kewajiban mengembalikan atau menanggung resiko investasi.
Dana yang diserahkan oleh pemilik investasi terikat dan sejenisnya adalah dana yang diterima bank sebagai manajer investasi atau agen investasi yang disepakati untuk diinvestasikan oleh bank baik sebagai pengelola danan maupun agen investasi. Dana yang ditarik oleh pemilik investasi terikat adalah dana yang diambil atau dipindahkan sesuai dengan permintaan pemilik dana.
Keuntungan atau kerugian investasi terikat sebelum dikurangi bagian keuntungan manajer investasi adalah jumlah kenaikan atau penurunan bersih nilai investasi terikat selain kenaikan yang berasal dari penyetoran atau penurunan yang berasal dari penarikan.
Dalam hal bank bertindak sebagai manajer investasi dengan akad mudharabah muqayyadah, bank mendapatkan keuntungan sebesar nisbah atas keuntungan investasi. Jika terjadi kerugian bank tidak memperoleh imbalan apapun. Apabila dalam investasi tersebut terdapat dana bank maka bank menanggung kerugian sebesar bagian dana yang diikutsertakan.
Dalam bank bertindak sebagai agen investasi, imbalan yang diterima adalah sebesar jumlah yang disepakati tanpa memperhatikan hasil investasi.
DAFTAR PUSTAKA


PSAK, 2002. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 59. Jakarta. Ikatan Akuntan Indonesia
Wieyono Slamet. 2003. Akuntansi Syariah. Jakarta.
Karim, Azwar Adimarwan.2004. Bank Islam : Analisis fiqih dan Keuangan. Jakarta

AKUNTANSI SYARIAH UNTUK DANA PIHAK KETIGA

A. GIRO SYARIAH
Definisi giro syariah adalah giro yang yang dijalankan berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Dalam hal ini, dewan syariah nasional telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa giro yang dibenarkan secara syariah adalah giro yang dijalankan berdasarkan prinsip wadiah dan prinsip mudharabah.
B. GIRO WADIAH
Definisi giro syariah adalah giro yang dijalankan berdasarkan akad wadiah, yakni titipan murni yang setiap saat dapat diambil jika pemilik menghendaki. Dalam konsep wadiah yad al-dhamanah, pihak yang menerima titipan boleh menggunakan dan memanfaatkan uang atau barang yang dititipkan. Sama dengan hukum qardh, nasabah sebagai pihak yang meminjamkan uang dan bank bertindak sebagai pihak yang dipinjami uang. Hukumnya pemilik dana dan bank tidak boleh saling menjanjikan untuk member imbalan atas penggunaan atau pemanfaatan dana atau barang titipan tersebut.
Bank syariah dalam produk giro tersebut menerapkan prinsip wadiah yad al-dhamanah. Nasabah sebagai penitip uang memberikan hak kepada bank syariah untuk mengelola uang tersebut, dan bank syariah sebagai pihak yang dititipi tidak berkewajiban memberikan bagi hasil dari keuntungan atas pengelolaan uang titipan tersebut. Namun demikaian bank syariah diperkenankan member insentif berupa bonus dengan catatan tidak diisyaratkan sebelumnya.
Ketentuan tentang giro wadiah sebagai berikut :
1. Dana wadiah dapat digunakan bank syariah untuk kegiatan komersil dengan syarat bank harus menjamin pembayaran kembali nominal dan wadiah tersebut
2. Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana menjadi tanggungan bank, sedangkan pemilik dana tidak dijanjikan imbalan atau kerugian. Bank dimungkinkan memberikan bonus kepada pemilik dana sebagai suatu insentif untuk menarik dana masyarakat tapi tidak boleh diperjanjikan di muka.
3. Pemilik dana wadiah dapat menarik dananya sewaktu-waktu, baik sebagian atau seluruhnya.
Bonus wadiah dapat diberikan kepada giran sebagai berikut :
1. Saldo terendah dalam satu bulan takwim di atas Rp. 1.000.000
2. Saldo rata-rata harian dalam satu bulan takwim di atas Rp. 1.000.000
3. Saldo hariannya di atas Rp. 1.000.000
Rumus yang digunakan dalam memperhitungkan bonus giro wadiah adalah sebagai berikut :
1. Bonus wadiah atas dasar saldo terendah, yakni tarif bonus wadiah dikalikan dengan saldo terendah bulan yang bersangkutan : Tarif bonus wadiah * saldo terendah bulan ybs.
2. Bonus wadiah atas saldo rata-rata harian, yakni tarif bonus wadiah dikalikan dengan saldo rata-rata harian bulan yang bersangkutan : Tarif bonus wadiah * SRRH bulan ybs.
3. Bonus wadiah atas dasar saldo harian, yakni tarif wadiah dikalikan dengan saldo harian yang bersangkutan dikali hari efektif. : Tarif bonus wadiah * saldo harian * hari efektif.
C. GIRO MUDHARABAH
Definisinya adalah giro yang dijalankan berdasarkan akad mudharabah. Mudharabah mempunyai dua bentuk, yakni mudharabah mutqalah dan mudharabah muqayayadah. Perbedaan utama di antara keduanya terletak persyaratan yang diberikan pemilik dana kepada bank dalam mengelola hartanya, ,baik dari sisi tempat , waktu , maupun objek investasinya. Dalam hal ini, bank syariah sebagai pengelola dana sedangkan nasabah sebagai pemilik dana. Dalam kapasitasnya sebagai pengelola dana, bank syariah dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah serta mengembangkannya, termasuk melakukan akad mudharabah dengan pihak lain.
Bank syariah sebagai pengelola dana memiliki sifat seorang wali amanah ( trustee), yakni harus berhati-hati atau bijaksana serta beritikad baik dan bertanggung-jawab atas segala sesuatu yang timbul dari kesalahan dan kelalainan. Bank syariah juga bertindak sebagai kuasa dari usaha bisnis pemilik dana yang diharapkan dapat memperoleh keuntungan seoptimal mungkin tanpa melanggar aturan syariah.
Hasil pengelolaan dana mudharabah, bank syariah akan membagi hasil dengan pemilik dana sesuai nisbah yang disepakati dalam akad pembukaan rekening. Dalam mengelola dana tersebut, bank tidak bertanggung-jawab terhadap kerugian yang bukan disebabkan oleh kelalaian. Namun apabila terjadi miss management, bank bertanggung-jawab penuh terhadap kerugian tersebut.
Dalam mengelola harta mudharabah, bank menutup bank biaya operasional giro dengan menggunakan nisbah keuntungan yang diperoleh. Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan yang bersangkutan. Berdasarkan ketentuan yang berlaku, PPh bagi hasil giro mudharabah dibebankan langsung ke rekening giro mudharabah pada saat perhitungan bagi hasil.
Ketentuan umum dalam giro yang berdasarkan mudharabah adalah sebagai berikut :
1. Nasabah bertindak sebagai shahibul-mal ( pemilik dana ) dan bank bertindak sebagai mudharib (pengelola dana).
2. Bank dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan mengembangkannya, termasuk di dalamnya mudharabah dengan pihak lain.
3. Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
4. Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening
5. Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional giro dengan menggunakan nisbah keuntungannya.
6. Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan yang bersangkutan.
Perhitungan bagi hasil giro mudharabah dilakukan berdasarkan saldo rata-rata harian yang dihitung di tiap akhir bulan dan di buku awal bulan berikutnya. Rumus perhitungan bagi hasil giro mudharabah adalah sebagai berikut :

Hari bagi hasil * saldo rata-rata harian * tingkat bagi hasil
Hari kalender yang bersangkutan
D. TABUNGAN SYARIAH
Tabungan syariah adalah tabungan yang dijalankan berdasarkan dengan prinsip-prinsip syariah. Dewan Syariah Nasional telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa tabungan yang dibenarkan adalah tabungan yang berdasarkan prinsip wadiah dan mudharabah.
E. TABUNGAN WADIAH
Tabungan wadiah merupakan tabungan yang dijalankan dengan akad wadiah, yakni titipan murni yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat sesuai dengan kehendak pemiliknya. Dalam produk tabungan wadiah, bank syariah menerapkan prinsip wadiah yad al-dhamanah. Nasabah sebagai penitip uang memberikan hak kepada bank syariah untuk mengelola uang tersebut, dan bank syariah sebagai pihak yang dititipi tidak berkewajiban memberikan bagi hasil dari keuntungan atas pengelolaan uang titipan tersebut. Namun demikaian bank syariah diperkenankan member insentif berupa bonus dengan catatan tidak diisyaratkan sebelumnya. Sama dengan hokum qardh, nasabah sebagai pihak yang meminjamkan uang dan bank bertindak sebagai pihak yang dipinjami uang. Hukumnya pemilik dana dan bank tidak boleh saling menjanjikan untuk member imbalan atas penggunaan atau pemanfaatan dana atau barang titipan tersebut.
Ketentuan tentang tabungan wadiah sebagai berikut :
1. Dana wadiah dapat digunakan bank syariah untuk kegiatan komersil dengan syarat bank harus menjamin pembayaran kembali nominal dan wadiah tersebut
2. Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana menjadi tanggungan bank, sedangkan pemilik dana tidak dijanjikan imbalan atau kerugian. Bank dimungkinkan memberikan bonus kepada pemilik dana sebagai suatu insentif selama tidak diperjanjikan dalam pembukaan rekening.
3. Pemilik dana wadiah dapat menarik dananya sewaktu-waktu, baik sebagian atau seluruhnya karena tabungan wadiah bersifat titipan murni yang harus dijaga.
Bonus wadiah dapat diberikan kepada giran sebagai berikut :
1. Saldo terendah dalam satu bulan takwim di atas Rp. 1.000.000
2. Saldo rata-rata harian dalam satu bulan takwim di atas Rp. 1.000.000
3. Saldo hariannya di atas Rp. 1.000.000
Rumus yang digunakan dalam memperhitungkan bonus giro wadiah adalah sebagai berikut :
1. Bonus wadiah atas dasar saldo terendah, yakni tarif bonus wadiah dikalikan dengan saldo terendah bulan yang bersangkutan : Tarif bonus wadiah * saldo terendah bulan ybs.
2. Bonus wadiah atas saldo rata-rata harian, yakni tarif bonus wadiah dikalikan dengan saldo rata-rata harian bulan yang bersangkutan : Tarif bonus wadiah * SRRH bulan ybs.
3. Bonus wadiah atas dasar saldo harian, yakni tarif wadiah dikalikan dengan saldo harian yang bersangkutan dikali hari efektif. : Tarif bonus wadiah * saldo harian * hari efektif.
F. TABUNGAN MUDHARABAH
Definisinya adalah tabungan yang dijalankan berdasarkan akad mudharabah. Mudharabah mempunyai dua bentuk, yakni mudharabah mutqalah dan mudharabah muqayayadah. Perbedaan utama di antara keduanya terletak persyaratan yang diberikan pemilik dana kepada bank dalam mengelola hartanya, ,baik dari sisi tempat , waktu , maupun objek investasinya. Dalam hal ini, bank syariah sebagai pengelola dana sedangkan nasabah sebagai pemilik dana. Dalam kapasitasnya sebagai pengelola dana, bank syariah dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah serta mengembangkannya, termasuk melakukan akad mudharabah dengan pihak lain.
Bank syariah sebagai pengelola dana memiliki sifat seorang wali amanah ( trustee), yakni harus berhati-hati atau bijaksana serta beritikad baik dan bertanggung-jawab atas segala sesuatu yang timbul dari kesalahan dan kelalainan. Bank syariah juga bertindak sebagai kuasa dari usaha bisnis pemilik dana yang diharapkan dapat memperoleh keuntungan seoptimal mungkin tanpa melanggar aturan syariah.
Hasil pengelolaan dana mudharabah, bank syariah akan membagi hasil dengan pemilik dana sesuai nisbah yang disepakati dalam akad pembukaan rekening. Dalam mengelola dana tersebut, bank tidak bertanggung-jawab terhadap kerugian yang bukan disebabkan oleh kelalaian. Namun apabila terjadi miss management, bank bertanggung-jawab penuh terhadap kerugian tersebut.
Dalam mengelola harta mudharabah, bank menutup bank biaya operasional giro dengan menggunakan nisbah keuntungan yang diperoleh. Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan yang bersangkutan. Berdasarkan ketentuan yang berlaku, PPh bagi hasil giro mudharabah dibebankan langsung ke rekening giro mudharabah pada saat perhitungan bagi hasil.
Ketentuan umum dalam giro yang berdasarkan mudharabah adalah sebagai berikut :
1. Nasabah bertindak sebagai shahibul-mal ( pemilik dana ) dan bank bertindak sebagai mudharib (pengelola dana).
2. Bank dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan mengembangkannya, termasuk di dalamnya mudharabah dengan pihak lain.
3. Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
4. Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening
5. Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional giro dengan menggunakan nisbah keuntungannya.
6. Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan yang bersangkutan.
Perhitungan bagi hasil tabungan mudharabah dilakukan berdasarkan saldo rata-rata harian yang dihitung di tiap akhir bulan dan di buku awal bulan berikutnya. Rumus perhitungan bagi hasil giro mudharabah adalah sebagai berikut :
Hari bagi hasil * saldo rata-rata harian * tingkat bagi hasil
Hari kalender yang bersangkutan

G. Investasi Dana Terikat
Investasi terikat adalah investasi yang bersumber dari pemilik dana investasi terikat dan sejenisnya yang dikelola oleh bank sebagai manajer investasi berdasarkan mudharabah muqayadah atau sebagai agen investasi. Investasi terikat bukan merupakan aktiva maupun kewajiban bank karena bank tidak mempunyai hak untuk menggunakan atau mengeluarkan investasi tersebut serta bank tidak memiliki kewajiban mengembalikan atau menanggung resiko investasi.
Dana yang diserahkan oleh pemilik investasi terikat dan sejenisnya adalah dana yang diterima bank sebagai manajer investasi atau agen investasi yang disepakati untuk diinvestasikan oleh bank baik sebagai pengelola danan maupun agen investasi. Dana yang ditarik oleh pemilik investasi terikat adalah dana yang diambil atau dipindahkan sesuai dengan permintaan pemilik dana.
Keuntungan atau kerugian investasi terikat sebelum dikurangi bagian keuntungan manajer investasi adalah jumlah kenaikan atau penurunan bersih nilai investasi terikat selain kenaikan yang berasal dari penyetoran atau penurunan yang berasal dari penarikan.
Dalam hal bank bertindak sebagai manajer investasi dengan akad mudharabah muqayyadah, bank mendapatkan keuntungan sebesar nisbah atas keuntungan investasi. Jika terjadi kerugian bank tidak memperoleh imbalan apapun. Apabila dalam investasi tersebut terdapat dana bank maka bank menanggung kerugian sebesar bagian dana yang diikutsertakan.
Dalam bank bertindak sebagai agen investasi, imbalan yang diterima adalah sebesar jumlah yang disepakati tanpa memperhatikan hasil investasi.
DAFTAR PUSTAKA


PSAK, 2002. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 59. Jakarta. Ikatan Akuntan Indonesia
Wieyono Slamet. 2003. Akuntansi Syariah. Jakarta.
Karim, Azwar Adimarwan.2004. Bank Islam : Analisis fiqih dan Keuangan. Jakarta.

AKUNTANSI SYARIAH UNTUK DANA PIHAK KETIGA

A. GIRO SYARIAH
Definisi giro syariah adalah giro yang yang dijalankan berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Dalam hal ini, dewan syariah nasional telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa giro yang dibenarkan secara syariah adalah giro yang dijalankan berdasarkan prinsip wadiah dan prinsip mudharabah.
B. GIRO WADIAH
Definisi giro syariah adalah giro yang dijalankan berdasarkan akad wadiah, yakni titipan murni yang setiap saat dapat diambil jika pemilik menghendaki. Dalam konsep wadiah yad al-dhamanah, pihak yang menerima titipan boleh menggunakan dan memanfaatkan uang atau barang yang dititipkan. Sama dengan hukum qardh, nasabah sebagai pihak yang meminjamkan uang dan bank bertindak sebagai pihak yang dipinjami uang. Hukumnya pemilik dana dan bank tidak boleh saling menjanjikan untuk member imbalan atas penggunaan atau pemanfaatan dana atau barang titipan tersebut.
Bank syariah dalam produk giro tersebut menerapkan prinsip wadiah yad al-dhamanah. Nasabah sebagai penitip uang memberikan hak kepada bank syariah untuk mengelola uang tersebut, dan bank syariah sebagai pihak yang dititipi tidak berkewajiban memberikan bagi hasil dari keuntungan atas pengelolaan uang titipan tersebut. Namun demikaian bank syariah diperkenankan member insentif berupa bonus dengan catatan tidak diisyaratkan sebelumnya.
Ketentuan tentang giro wadiah sebagai berikut :
1. Dana wadiah dapat digunakan bank syariah untuk kegiatan komersil dengan syarat bank harus menjamin pembayaran kembali nominal dan wadiah tersebut
2. Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana menjadi tanggungan bank, sedangkan pemilik dana tidak dijanjikan imbalan atau kerugian. Bank dimungkinkan memberikan bonus kepada pemilik dana sebagai suatu insentif untuk menarik dana masyarakat tapi tidak boleh diperjanjikan di muka.
3. Pemilik dana wadiah dapat menarik dananya sewaktu-waktu, baik sebagian atau seluruhnya.
Bonus wadiah dapat diberikan kepada giran sebagai berikut :
1. Saldo terendah dalam satu bulan takwim di atas Rp. 1.000.000
2. Saldo rata-rata harian dalam satu bulan takwim di atas Rp. 1.000.000
3. Saldo hariannya di atas Rp. 1.000.000
Rumus yang digunakan dalam memperhitungkan bonus giro wadiah adalah sebagai berikut :
1. Bonus wadiah atas dasar saldo terendah, yakni tarif bonus wadiah dikalikan dengan saldo terendah bulan yang bersangkutan : Tarif bonus wadiah * saldo terendah bulan ybs.
2. Bonus wadiah atas saldo rata-rata harian, yakni tarif bonus wadiah dikalikan dengan saldo rata-rata harian bulan yang bersangkutan : Tarif bonus wadiah * SRRH bulan ybs.
3. Bonus wadiah atas dasar saldo harian, yakni tarif wadiah dikalikan dengan saldo harian yang bersangkutan dikali hari efektif. : Tarif bonus wadiah * saldo harian * hari efektif.
C. GIRO MUDHARABAH
Definisinya adalah giro yang dijalankan berdasarkan akad mudharabah. Mudharabah mempunyai dua bentuk, yakni mudharabah mutqalah dan mudharabah muqayayadah. Perbedaan utama di antara keduanya terletak persyaratan yang diberikan pemilik dana kepada bank dalam mengelola hartanya, ,baik dari sisi tempat , waktu , maupun objek investasinya. Dalam hal ini, bank syariah sebagai pengelola dana sedangkan nasabah sebagai pemilik dana. Dalam kapasitasnya sebagai pengelola dana, bank syariah dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah serta mengembangkannya, termasuk melakukan akad mudharabah dengan pihak lain.
Bank syariah sebagai pengelola dana memiliki sifat seorang wali amanah ( trustee), yakni harus berhati-hati atau bijaksana serta beritikad baik dan bertanggung-jawab atas segala sesuatu yang timbul dari kesalahan dan kelalainan. Bank syariah juga bertindak sebagai kuasa dari usaha bisnis pemilik dana yang diharapkan dapat memperoleh keuntungan seoptimal mungkin tanpa melanggar aturan syariah.
Hasil pengelolaan dana mudharabah, bank syariah akan membagi hasil dengan pemilik dana sesuai nisbah yang disepakati dalam akad pembukaan rekening. Dalam mengelola dana tersebut, bank tidak bertanggung-jawab terhadap kerugian yang bukan disebabkan oleh kelalaian. Namun apabila terjadi miss management, bank bertanggung-jawab penuh terhadap kerugian tersebut.
Dalam mengelola harta mudharabah, bank menutup bank biaya operasional giro dengan menggunakan nisbah keuntungan yang diperoleh. Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan yang bersangkutan. Berdasarkan ketentuan yang berlaku, PPh bagi hasil giro mudharabah dibebankan langsung ke rekening giro mudharabah pada saat perhitungan bagi hasil.
Ketentuan umum dalam giro yang berdasarkan mudharabah adalah sebagai berikut :
1. Nasabah bertindak sebagai shahibul-mal ( pemilik dana ) dan bank bertindak sebagai mudharib (pengelola dana).
2. Bank dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan mengembangkannya, termasuk di dalamnya mudharabah dengan pihak lain.
3. Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
4. Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening
5. Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional giro dengan menggunakan nisbah keuntungannya.
6. Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan yang bersangkutan.
Perhitungan bagi hasil giro mudharabah dilakukan berdasarkan saldo rata-rata harian yang dihitung di tiap akhir bulan dan di buku awal bulan berikutnya. Rumus perhitungan bagi hasil giro mudharabah adalah sebagai berikut :

Hari bagi hasil * saldo rata-rata harian * tingkat bagi hasil
Hari kalender yang bersangkutan
D. TABUNGAN SYARIAH
Tabungan syariah adalah tabungan yang dijalankan berdasarkan dengan prinsip-prinsip syariah. Dewan Syariah Nasional telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa tabungan yang dibenarkan adalah tabungan yang berdasarkan prinsip wadiah dan mudharabah.
E. TABUNGAN WADIAH
Tabungan wadiah merupakan tabungan yang dijalankan dengan akad wadiah, yakni titipan murni yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat sesuai dengan kehendak pemiliknya. Dalam produk tabungan wadiah, bank syariah menerapkan prinsip wadiah yad al-dhamanah. Nasabah sebagai penitip uang memberikan hak kepada bank syariah untuk mengelola uang tersebut, dan bank syariah sebagai pihak yang dititipi tidak berkewajiban memberikan bagi hasil dari keuntungan atas pengelolaan uang titipan tersebut. Namun demikaian bank syariah diperkenankan member insentif berupa bonus dengan catatan tidak diisyaratkan sebelumnya. Sama dengan hokum qardh, nasabah sebagai pihak yang meminjamkan uang dan bank bertindak sebagai pihak yang dipinjami uang. Hukumnya pemilik dana dan bank tidak boleh saling menjanjikan untuk member imbalan atas penggunaan atau pemanfaatan dana atau barang titipan tersebut.
Ketentuan tentang tabungan wadiah sebagai berikut :
1. Dana wadiah dapat digunakan bank syariah untuk kegiatan komersil dengan syarat bank harus menjamin pembayaran kembali nominal dan wadiah tersebut
2. Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana menjadi tanggungan bank, sedangkan pemilik dana tidak dijanjikan imbalan atau kerugian. Bank dimungkinkan memberikan bonus kepada pemilik dana sebagai suatu insentif selama tidak diperjanjikan dalam pembukaan rekening.
3. Pemilik dana wadiah dapat menarik dananya sewaktu-waktu, baik sebagian atau seluruhnya karena tabungan wadiah bersifat titipan murni yang harus dijaga.
Bonus wadiah dapat diberikan kepada giran sebagai berikut :
1. Saldo terendah dalam satu bulan takwim di atas Rp. 1.000.000
2. Saldo rata-rata harian dalam satu bulan takwim di atas Rp. 1.000.000
3. Saldo hariannya di atas Rp. 1.000.000
Rumus yang digunakan dalam memperhitungkan bonus giro wadiah adalah sebagai berikut :
1. Bonus wadiah atas dasar saldo terendah, yakni tarif bonus wadiah dikalikan dengan saldo terendah bulan yang bersangkutan : Tarif bonus wadiah * saldo terendah bulan ybs.
2. Bonus wadiah atas saldo rata-rata harian, yakni tarif bonus wadiah dikalikan dengan saldo rata-rata harian bulan yang bersangkutan : Tarif bonus wadiah * SRRH bulan ybs.
3. Bonus wadiah atas dasar saldo harian, yakni tarif wadiah dikalikan dengan saldo harian yang bersangkutan dikali hari efektif. : Tarif bonus wadiah * saldo harian * hari efektif.
F. TABUNGAN MUDHARABAH
Definisinya adalah tabungan yang dijalankan berdasarkan akad mudharabah. Mudharabah mempunyai dua bentuk, yakni mudharabah mutqalah dan mudharabah muqayayadah. Perbedaan utama di antara keduanya terletak persyaratan yang diberikan pemilik dana kepada bank dalam mengelola hartanya, ,baik dari sisi tempat , waktu , maupun objek investasinya. Dalam hal ini, bank syariah sebagai pengelola dana sedangkan nasabah sebagai pemilik dana. Dalam kapasitasnya sebagai pengelola dana, bank syariah dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah serta mengembangkannya, termasuk melakukan akad mudharabah dengan pihak lain.
Bank syariah sebagai pengelola dana memiliki sifat seorang wali amanah ( trustee), yakni harus berhati-hati atau bijaksana serta beritikad baik dan bertanggung-jawab atas segala sesuatu yang timbul dari kesalahan dan kelalainan. Bank syariah juga bertindak sebagai kuasa dari usaha bisnis pemilik dana yang diharapkan dapat memperoleh keuntungan seoptimal mungkin tanpa melanggar aturan syariah.
Hasil pengelolaan dana mudharabah, bank syariah akan membagi hasil dengan pemilik dana sesuai nisbah yang disepakati dalam akad pembukaan rekening. Dalam mengelola dana tersebut, bank tidak bertanggung-jawab terhadap kerugian yang bukan disebabkan oleh kelalaian. Namun apabila terjadi miss management, bank bertanggung-jawab penuh terhadap kerugian tersebut.
Dalam mengelola harta mudharabah, bank menutup bank biaya operasional giro dengan menggunakan nisbah keuntungan yang diperoleh. Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan yang bersangkutan. Berdasarkan ketentuan yang berlaku, PPh bagi hasil giro mudharabah dibebankan langsung ke rekening giro mudharabah pada saat perhitungan bagi hasil.
Ketentuan umum dalam giro yang berdasarkan mudharabah adalah sebagai berikut :
1. Nasabah bertindak sebagai shahibul-mal ( pemilik dana ) dan bank bertindak sebagai mudharib (pengelola dana).
2. Bank dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan mengembangkannya, termasuk di dalamnya mudharabah dengan pihak lain.
3. Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
4. Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening
5. Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional giro dengan menggunakan nisbah keuntungannya.
6. Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan yang bersangkutan.
Perhitungan bagi hasil tabungan mudharabah dilakukan berdasarkan saldo rata-rata harian yang dihitung di tiap akhir bulan dan di buku awal bulan berikutnya. Rumus perhitungan bagi hasil giro mudharabah adalah sebagai berikut :
Hari bagi hasil * saldo rata-rata harian * tingkat bagi hasil
Hari kalender yang bersangkutan

G. Investasi Dana Terikat
Investasi terikat adalah investasi yang bersumber dari pemilik dana investasi terikat dan sejenisnya yang dikelola oleh bank sebagai manajer investasi berdasarkan mudharabah muqayadah atau sebagai agen investasi. Investasi terikat bukan merupakan aktiva maupun kewajiban bank karena bank tidak mempunyai hak untuk menggunakan atau mengeluarkan investasi tersebut serta bank tidak memiliki kewajiban mengembalikan atau menanggung resiko investasi.
Dana yang diserahkan oleh pemilik investasi terikat dan sejenisnya adalah dana yang diterima bank sebagai manajer investasi atau agen investasi yang disepakati untuk diinvestasikan oleh bank baik sebagai pengelola danan maupun agen investasi. Dana yang ditarik oleh pemilik investasi terikat adalah dana yang diambil atau dipindahkan sesuai dengan permintaan pemilik dana.
Keuntungan atau kerugian investasi terikat sebelum dikurangi bagian keuntungan manajer investasi adalah jumlah kenaikan atau penurunan bersih nilai investasi terikat selain kenaikan yang berasal dari penyetoran atau penurunan yang berasal dari penarikan.
Dalam hal bank bertindak sebagai manajer investasi dengan akad mudharabah muqayyadah, bank mendapatkan keuntungan sebesar nisbah atas keuntungan investasi. Jika terjadi kerugian bank tidak memperoleh imbalan apapun. Apabila dalam investasi tersebut terdapat dana bank maka bank menanggung kerugian sebesar bagian dana yang diikutsertakan.
Dalam bank bertindak sebagai agen investasi, imbalan yang diterima adalah sebesar jumlah yang disepakati tanpa memperhatikan hasil investasi.
DAFTAR PUSTAKA


PSAK, 2002. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 59. Jakarta. Ikatan Akuntan Indonesia
Wieyono Slamet. 2003. Akuntansi Syariah. Jakarta.
Karim, Azwar Adimarwan.2004. Bank Islam : Analisis fiqih dan Keuangan. Jakarta.

AKUNTANSI MURABAHAH DALAM SYARIAH

A. Definisi Murabahah
Transaksi murabahah lazim dilakukan oleh rasulullah SAW dan para sahabatnya. Murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Murabahah dapat dilakukan berdasarkan pesanan atau tanpa pesanan. Dalam murabahah berdasarkan pesanan, bank melakukan pembelian barang setelah ada pemesanan dari nasabah. Dalam murabahah, bank syariah dapat bertindak sebagai penjual dan pembeli. Sebagai penjual apabila bank syariah menjual barang kepada nasabah, sedangkan sebagai pembeli apabila bank syariah membeli barang kepada supplier untuk dijual kepada nasabah.

B. Kriteria Murabahah
Murabahah berdasarkan pesanan dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat nasabah untuk membeli barang yang dipesannya. Dalam murabahah pesanan mengikat pembeli tidak dapat membatalkan pesanannya. Apabila aktiva murabahah yang telah dibeli bank (sebagai penjual) dalam murabahah pesanan mengikat mengalami penurunan nilai sebelum diserahkan kepada pembeli maka penurunan nilai tersebut menjadi beban penjual (bank) dan penjual (bank) akan mengurangi nilai akad.

C. Cara Pembayaran Murabahah
Pembayaran murabahah dapat dilakukan secara tunai atau cicilan. Selain itu, dalam murabahah juga diperkenankan adanya perbedaan dalam harga untuk cara pembayaran yang berbeda.
Bank dapat memberikan potongan apabila nasabah:
(a). mempercepat pembayaran cicilan; atau
(b). melunasi piutang murabahah sebelum jatuh tempo.
Harga yang disepakati dalam murabahah adalah harga jual sedangkan harga beli harus diberitahukan. Jika bank mendapat potongan dari pemasok maka potongan itu merupakan hak nasabah. Apabila potongan tersebut terjadi setelah akad maka pembagian potongan tersebut dilakukan berdasarkan perjanjian yang dimuat dalam akad.
• Bank dapat meminta nasabah menyediakan agunan atas piutang murabahah, antara lain dalam bentuk barang yang telah dibeli dari bank.
• Bank dapat meminta kepada nasabah urbun sebagai uang muka pembelian pada saat akad apabila kedua belah pihak bersepakat.
Urbun menjadi bagian pelunasan piutang murabahah apabila murabahah jadi dilaksanakan. Tetapi apabila murabahah batal, urbun dikembalikan kepada nasabah setelah dikurangi dengan kerugian sesuai dengan kesepakatan. Jika uang muka itu lebih kecil dari kerugian bank maka bank dapat meminta tambahan dari nasabah.
Apabila nasabah tidak dapat memenuhi piutang murabahah sesuai dengan yang diperjanjikan, bank berhak mengenakan denda kecuali jika dapat dibuktikan bahwa nasabah tidak mampu melunasi. Denda diterapkan bagi nasabah mampu yang menunda pembayaran. Denda tersebut didasarkan pada pendekatan ta’zir yaitu untuk membuat nasabah lebih disiplin terhadap kewajibannya. Besarnya denda sesuai dengan yang diperjanjikan dalam akad dan dana yang berasal dari denda diperuntukkan sebagai dana sosial (qardhul hasan).

D. Bank Syariah Sebagai Penjual
Aktiva yang diperoleh dengan tujuan untuk dijual kembali dalam murabahah diakui sebagai aktiva murabahah sebesar biaya perolehan. Jurnalnya sebagai berikut

Aktiva murabahah xxx
Kas xxx
Pengukuran aktiva murabahah setelah perolehan, adalah sebagai berikut
1. aktiva tersedia untuk dijual dalam murabahah pesanan mengikat
a. dinilai sebesar biaya perolehan
b. Jika terjadi penurunan nilai aktiva karena usang, rusak atau kondisi lainnya, penurunan nilai tersebut diakui sebagai beban dan mengurangi aktiva, dan dilaporkan di laporan laba-rugi, bank syariah akan mencatat sebagai berikut :
Kerugian penurunan nilai xxx
Aktiva murabahah xxx
2. Apabila dalam murabahah tanpa pesanan atau murabahah pesanan tidak mengikat terdapat indikasi kuat pembeli batal melakukan transaksi maka aktiva murabahah,
a. dinilai berdasarkan biaya perolehan atau nilai bersih yang dapat direalisasikan mana yang lebih rendah dari nilai yang dapat direalisasikan atau biaya perolehan. Bila kerugian bank akan mencatat jurnalnya sebagai berikut :
Kerugian penurunan nilai
Aktiva murabahah xxxx
Cad. Penurunan
Aktiva murabahah xxxx
b. Potongan pembelian dari pemasok diakui sebagai pengurang biaya perolehan aktiva murabah
c. Pada saat akad piutang murabahah diakui sebesar biaya perolehan aktiva murabah ditambah keuntungan yang disepakati. Pada akhir periode, laporan keuangan piutang murabahah dinilai sebesar nilai bersih yang dapat direalisasi, yaitu saldo piutang dikurangi penyisihan kerugian piutang.
Pada waktu akad, bank syariah akan mencatat sebagai berikut :
Piutang Murabahah xxxx
Aktiva murabah xxxx
Margin murabah yang
Ditangguhkan xxxx
d. Keuntungan murabahah diakui adalah sebagai berikut
1.Pada periode terjadinya, apabila akad berakhir pada periode laporan keuangan yang sama
2.Selama periode akad secara proposional, apabila akad melampaui satu periode laporan keuangan, dicatat sebagai berikut :
Piutang murabah xxxx
Aktiva murabah xxxx
Pendapatan margin murabahah xxxx
Pengakuan keuntungan murabah pada akhir periode :
Margin Murabahah yang ditangguhkan xxxx
Pendapatan margin murabahah xxxx
e. Potongan pelunasan dini diakui dengan menggunakan salah satu metode, yaitu sebagai berikut :
1. Jika potongan pelunasan diberikan pada saat penyelesaian, bank akan mengurangi piutang murabahah dan keuntungan murabahah maka akan dicatat
a. pada saat pengakuan keuntungan murabahah
Margin murabahah ditangguhkan xxxx
Pendapatan margin murabahah xxxx
b. pada saat menerima pelunasan
kas xxxx
Margin murabahah ditangguhkan xxxx
Piutang murabahah xxxx
Pendapatan margin murabahah xxxx
2. Jika potongan pelunasan diberikan setelah penyelesaian, bank terlebih dahulu menerima pelunasan piutang murabahah dari nasabah, kemudian bank membayar potongan pelunasan kepada nasabah dengan mengurangi keuntungan murabahah.
a. Pada saat pengakuan keuntungan murabahah
Margin murabahah ditangguhkan xxxx
Pendapatan margin murabahah xxxx


b. Pada saat menerima pelunasan
Kas xxxx
Piutang murabahah xxxx

Margin Murabahah
Ditangguhkan xxxx
Pendapatan margin
murabahah xxxx
Beban operasional pelunasan dini
Murabahah xxxx
Kas xxxx
f. Denda dikenakan apabila nasabah lalai dalam melakukan kewajibannya sesuai akad. Pada saat diterima denda diakui sebagian dana social dan pada saat menerima denda bank syariah akan mengikuti adanya penambahan sumber dana social ( al qardhul hasan ). Jurnalnya sebagai berikut :
Kas xxxx
Rekening simpanan wadiah-dana kebajikan xxxx
g. Urbun atau uang muka diakui sebagai bagian dari kewajiban atau utang di neraca apabila sudah terjadi akad murabah maka utang tersebut akan menjadi nol dan piutang murabahah akan dikurangi sebesar urbun tersebut, pengakuan dan pengukurannya sebagai berikut :
1. Urbun diakui sebagai uang muka pembelian sebesar jumlah yang diterima bank pada saat diterima
2. Pada saat barang jadi dibeli oleh nasabah maka urbun diakui sebagai pembayaran piutang.
3. Jika barang batal dibeli oleh nasabah maka urbun dikembalikan kepada nasabah setelah diperhitungkan dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh bank.
Bank Syariah akan membuat jurnalnya sebagai berikut :
1. Pada saat menerima urbun,
Kas xxxx
Kewajiban lain uang muka murabahah xxxx
2. Pada saat barang jadi dibeli nasabah,
Piutang murabahah xxxx
Margin murabahah ditangguhkan xxxx
Aktiva murabahah xxxx
Kewajiban lain uang muka murabahah xxxx
Piutang murabah xxxx
3. Jika nasabah batal membeli barang maka bank akan mencatat pengembalian urbun setelah dipotong biaya administrasi. Jurnalnya sebagai berikut :
Kewajiban lain uang muka murabahah xxxx
Pendapatan operasional xxxx
Kas xxxx




E. Penentuan Harga Jual Dalam Murabahah
Dalam murabahah memperboleh bank syariah untuk mengambil keuntungan atau laba atas transaksi tersebut. Dalam menentukan keuntungan ada beberapa cara, yakni sebagai berikut :
1. Bank menentukan keuntungan dari jumlah dana yang dipinjam oleh nasabah untuk membeli barang ke bank tersebut sebesar yang disepakati oleh kedua pihak tersebut. Tapi kelemahan cara ini adalah penerapan keuntungan berdasarkan banyaknya tahun pemeinjaman yang seolah-olah dianggap sebagai tambahan atau “ riba “.
Rumus Harga Jual : Harga aktiva murabahah + ( Markup/laba * n tahun)
2. Bank menentukan keuntungan sekali periode ditambah ditambah dengan factor
stabiliser daya beli uang yang dipinjamkan kepada nasabah.
Rumus Harga Jual :Harga aktiva murabahah + Markup sekali +
(inflasi * n )
3. Bank menentukan harga jual dengan menerapkan cost plus markup, yaitu harga jual ditambah dengan cost recovery. Cost recovery adalah bagian dari estimasi biaya operasi bank syariah yang dibebankan kepada harga pokok aktiva murabahah.
Rumus perhitungan cost recovery adalah :
(Harga aktiva murabahah/total pembiayaan) * estimasi biaya operasi 1 tahun
Rumus Harga jual :
Harga aktiva murabahah + cost recovery + markup sekali

DAFTAR PUSTAKA


PSAK, 2002. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 59. Jakarta. Ikatan Akuntan Indonesia
Wieyono Slamet. 2003. Akuntansi Syariah. Jakarta.
Karim, Azwar Adimarwan.2004. Bank Islam : Analisis fiqih dan Keuangan. Jakarta.